“Perbaikan perilaku masyarakat agar ibu hamil tidak anemia, agar penyakit infeksi dicegah melalui perbaikan sanitasi dan air bersih, meningkatkan akses makanan yang bergizi khususnya ibu hamil dan anak Baduta,” kata Prof. Veni.

Tingkat pendidikan juga menjadi dasar agar literasi gizi dan kesehatan lebih baik. Di lain pihak, perbaikan infrastruktur yang terkait dengan peningkatan ekonomi masyarakat lebih diperhatikan.

“Tentu, yang tidak kalah pentingnya adalah intervensi gizi agar tidak terjadi kekurangan gizi yang akut,” terangnya.

Sampai saat ini, kata Prof Veni, pengaruh kekurangan gizi memengaruhi gen-gen dalam tubuh masih terus digali dalam penelitian. Dan apabila itu terjadi saat sedang masa pertumbuhan, maka gen-gen yang dipengaruhi oleh kekurangan gizi tersebut menjadi penyebab pertumbuhan lambat.

“Cuma yang jelas, kalau di suatu daerah terdapat banyak anak pendek, maka daerah tersebut dapat dikatakan belum mendapat pelayanan yang adil atau setara,” katanya.

 

Upaya Lembaga Turunkan Stunting

Koordinator Program Satgas Stunting BKKBN Sulsel, Irfan J mengatakan, remaja saat ini diberikan tablet tambah darah dilakukan sudah sejak tahun 2019 lalu di Sulawesi Selatan menindaklanjuti Surat Edaran Kemenkes RI No. HK.03.03/V/0595/2016.

Tablet tambah darah tersebut diberikan untuk dikonsumsi sehingga ia dan pihaknya mempunyai peran di setiap sektor. Ketika tablet tambah darah diberikan kepada remaja, namun belum tentu para remaja mau meminum tablet tersebut.

“Tapi perlu diingatkan bahwa setidaknya upaya kami memberikan informasi dan edukasi terkait perilaku itu yang harus dikolaborasikan sehingga sudah sangat jelas arahnya ini siapa yang mengerjakan apa.”

Unit kerja BKKBN Sulsel sendiri memiliki satuan petugas (satgas) beranggotakan 16 orang yang mendampingi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di 24 kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Sehingga dari 16 tersebut, ada yang ditugaskan untuk mendampingi dua bahkan tiga kabupaten untuk satu orang satgas.