Manusia sebagai makhluk sosial tentu membutuhkan interaksi. Tidak terkecuali para mantan penderita gangguan jiwa. Mereka juga berhak memperoleh kehidupan yang baik, meraih cita-cita dan mendapatkan dukungan dari lingkungan. Sebagai bagian dari masyarakat – apalagi keluarga – kita wajib untuk menerima mereka kembali dengan baik. Setiadi dan Usman (2011:303) menyebutkan bahwa ”Dimanapun, keluarga merupakan kebutuhan manusia yang bersifat universal dan menjadi pusat terpenting dari kegiatan dalam kehidupan individu”.

Hasil observasi sehari-hari di RSKD Dadi, respon keluarga terhadap mantan penderita jiwa yang dikembalikan ke rumah bervariasi, ada yang menerima, tidak peduli bahkan menolak. Masih banyak penderita yang telah tenang dan layak pulang namun kembali ke rumah sakit. Mereka yang kembali (relaps) ini bukanlah semata-mata karena faktor medis, melainkan lebih dipengaruhi oleh faktor penolakan dan ketidak pedulian keluarga dan lingkungan sekitarnya karena:

  • Keluarga dan masyarakat menganggap gangguan jiwa adalah penyakit yang memalukan dan

membawa aib bagi keluarga

  • Keluarga tidak mau atau malu menerima kembali keluarganya setelah dirawat
  • Keluarga merasa terganggu dan takut jika tiba-tiba mengamuk

Belum lagi pandangan buruk orang yang menganggap bahwa penyakit ini genetis. Jika salah seorang keluarga menderita jiwa maka dicap sebagai keluarga dengan keturunan sakit jiwa. Kondisi ini menciptakan stigma negatif di masyarakat. Adanya stigma negatif menyebabkan proses penyembuhan mengalami banyak hambatan. Hampir dua pertiga penderita gangguan jiwa tidak pernah mencari bantuan profesional. Stigma negatif semakin menyuburkan penolakan terhadap mantan penderita gangguan jiwa.

Bukan karena stigma buruk itu saja, tetapi juga karena status sosial ekonomi keluarga yang masih rendah seperti minimnya pengetahuan dan kepedulian masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan gangguan jiwa. Akibatnya, hak penderita dirampas dengan cara dipasung atau bila ingin dianggap manusiawi rumah sakit jiwa adalah solusinya. Pemasungan adalah buah dari ketidakmampuan masyarakat mengakses pelayanan kesehatan jiwa.