Aglomerasi penggaraman di Kabupaten Jeneponto pada tiga Kecamatan yaitu Kecamatan Bangkala, Tamalatea dan Arungkeke dengan total luas lahan penggaraman 805 Ha dengan total produksi 43.304.611 Kg pada tahun 2022.

Dengan potensi garam yang demikian besar, apakah sudah memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian Butta Turatea? Padahal jika dilihat dari sejarahnya, garam adalah salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi, bahkan asal kata salary (gaji) dalam bahasa inggris adalah Solarium Argentum yang merupakan kata lain untuk garam.

Pada masa romawi, garam digunakan sebagai gaji bagi para legion romawi. Saat inipun, lebih dari 500 industri manufaktur menjadikan garam sebagai bahan utamanya, tapi kenapa kehidupan para petani garam masih banyak yang miskin?

Permasalahan garam rakyat adalah kualitas kandungan NaCl yang baru 85% sehingga belum masuk kategori garam industry (kandungan NaCl minimal 95%). Padahal yang dibutuhkan oleh industri adalah NaCL diatas 95%. Akhirnya garam rakyat hanya digunakan untuk konsumsi yang harganya jauh dibawah garam industri. Selain itu, luas lahan penggaraman yang masih dalam bentuk bedengan kecil menyulitkan pengembangan garam untuk skala industry.

Bandingkan dengan India dan Australia, dimana garam sudah dikembangkan dalam skala industri, petak penggaraman terkecil bisa seluas 2 kali lapangan bola.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka memang perlu perubahan tata kelola garam di Kabupaten Jeneponto dengan tetap mengedepankan kepentingan masyarakat, misalnya dengan memberikan KUR kepada petani garam sehingga mereka bisa menghasilkan garam industri. Dengan adanya KUR ini, petani tidak harus lagi memanen garamnya 3-5 hari sekali, mereka bisa menambahkan waktu penggaraman menjadi 10-15 hari sehingga kandungan NaCl bisa meningkat.