Namun, makhluk itu kembali muncul di desa lain untuk menakuti warga. “Tapi ada orang tua bilang bahwa dia bisa mengusir itu dan dia malah ditertawai, ternyata dia ramu sesuatu yang akhirnya meledak dan lari itu makhluknya,” ucapnya.

Konon katanya, terdapat seorang warga desa yang melihat Nian lewat di wilayah perbatasan. “Dia lihat singa makanya dibuatlah itu wujudnya barongsai dari topeng-topengan mirip singa,” jelasnya.

Dilansir dari Warisan Budaya Tak Benda Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI, catatan pertama tentang tarian ini dapat ditelusuri pada masa Dinasti Chin sekitar abad ke tiga sebelum masehi. Kesenian barongsai diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad 17.

Menurut kepercayaan orang Tionghoa singa merupakan lambang kebahagian dan kesenangan. Tarian singa dipercaya merupakan pertunjukkan yang dapat membawa keberuntungan sehingga pada umumnya diadakan pada berbagai acara penting seperti pembukaan restoran, pendirian klenteng dan perayaan tahun baru Cina.

Tarian singa terdiri dari dua jenis utama yaitu singa utara yang memiliki surai ikal dan berkaki empat. Penampilan singa utara kelihatan lebih natural dan mirip singa ketimbang singa selatan yang memiliki sisik serta jumlah kaki yang berfariasi antara dua atau empat.

Kepala singa selatan dilengkapi dengan tanduk sehingga kadangkala mirip dengan binatang ‘qilin’. Gerakan antara singa utara dengan singa selatan berbeda, bila singa selatan terkenal dengan kepalanya yang keras dan melonjak-lonjak seiring dengan tabuhan gong dan tambur, gerakan singa utara cenderung lebih lincah dan penuh dinamika karena memiliki empat kaki.

Satu gerakan utama dari tarian barongsai adalah gerakan singa memakan amplop berisi uang yang diesbut dengan istilah ‘lay see’. Diatas amplop biasa ditempeli sayuran selada air yang melambangkan hadiah bagi sang singa. Proses memakan lay see ini berlangsung sekitar separuh bagian dari seluruh tarian.