Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum menyebut pelatihan ini sejalan dengan Kurikulum Merdeka yang menekankan proyek lintas disiplin dan profile Pelajar Pancasila.

“Kita ingin anak-anak terlatih bernalar kritis dan bergotong royong dalam menyelesaikan masalah nyata. Peta adalah bahasa bersama lintas jurusan. Ketika siswa konstruksi, agribisnis, dan TI duduk satu meja membaca peta yang mereka buat sendiri, di situ proses belajar yang sesungguhnya terjadi,” ujarnya.

Ia menambahkan, sekolah tengah menyiapkan capstone project sederhana berbasis data hasil pelatihan untuk dikerjakan sepanjang semester.

Selain aspek teknis, pelatihan juga menekankan etika dan legalitas data geospasial. Peserta diingatkan untuk menghormati privasi saat memetakan area yang sensitif, mematuhi regulasi akses perangkat, serta menyertakan credit dan catatan metodologi saat mempublikasikan peta.

“Keterampilan tanpa etika ibarat kendaraan tanpa rem. Kita mau generasi terampil yang juga bertanggung jawab,” kata salah satu instruktur.

Sesi tanya jawab memperkaya wawasan peserta. Beberapa guru menanyakan strategi kalibrasi antena dan height of instrument (HI) untuk meminimalkan bias vertikal, sementara siswa tertarik dengan perbandingan akurasi antara RTK dan post-processed kinematic (PPK).

Instruktur menunjukkan contoh kasus bahwa RTK unggul untuk kebutuhan real-time stakeout, sedangkan PPK dapat menjadi pilihan ketika jaringan koreksi tidak tersedia, sepanjang rekaman observasi disimpan dengan baik dan dikoreksi terhadap stasiun referensi.

Dukungan logistik dari sekolah dan mitra praktik menjamin kelancaran acara: ruang kelas dengan proyektor untuk teori, halaman sekolah sebagai lokasi inisialisasi satelit yang lapang, serta laboratorium komputer untuk pengolahan.

Panitia juga menyiapkan prosedur keselamatan penggunaan peralatan, mulai dari sling pengaman, safety vest, pelindung panas, hingga protokol penanganan baterai dan penyimpanan perangkat setelah dipakai.

YouTube player