MAKASSAR – Tembus sebagai The Winner L’Oreal-UNESCO 2022 bukan hal mudah dan adalah sebuah prestasi gemilang. Inilah yang berhasil diraih peneliti farmasi dari kampus merah, Universitas Hasanuddin (Unhas), Nurhasni Hasan,S.Si, M.Si, M.Pharm.Sc, Oh.D, Apt, peneliti muda kelahiran Ujung Pandang, 36 tahun lalu.

Ide menciptakan obat dan teknik pengobatan ramah pasien buat penderita kanker paru yang mengangkat kearifan lokal itu, diganjar penghargaan dari perusahaan industri perawatan diri internasional yang berpusat di Kota Mode, Paris-Prancis itu.

Proposalnya berhasil menyisihkan banyak proposal peneliti lain se Indonesia. Karena itu, dia bersama sembilan peneliti lainnya berlaga kembali dihadapan delapan juri yang expert di bidangnya masing-masing.

Setelah menembus Top Ten, kemudian presentasi di depan delapan juri itu. Alhasil, dari empat peneliti tingkat Indonesia yang dinyatakan keluar sebagai pemenang, Nurhasni salah satunya. Diumumkan secara virtual pada malam inaugurasi L’Oreal-UNESCO, awal November lalu yang bertajuk, “L’Oreal-UNESCO for Women in Science National Fellowship Award 2022”.

Selanjutnya, dia dan tiga peneliti yang menang ini akan berlaga kembali di kancah internasional bersama peserta dari negara-negara lain yang turut dinyatakan sebagai pemenang di negaranya masing-masing.

“Obat dan teknik pengobatan saya ini ramah pasien dibandingkan terapi kanker lainnya seperti kemoterapi, radioterapi dan operasi yang tidak spesifik ke lokasi kanker dan harus ke Rumah Sakit untuk mendapatkan tindakan. Diradiasi dulu, disuntik dulu. Yang saya ciptakan ini, tidak perlu ke Rumah Sakit karena pasien bisa menggunakan sendiri di rumah karena tekniknya sangat efisien yakni menghirup obat dari alat metered dose inhaler,” kata Nurhasni Hasan beberapa waktu lalu di kampus Unhas.

Lebih jauh dijelaskan, obat dan teknik pengobatan ini tergolong mengangkat kearifan lokal karena bahannya dari senyawa tanaman tambara marica (Brucea Javanica) yang banyak tumbuh di sekitar bendungan Bili Bili, Gowa. Juga bisa ditemukan di daerah lain karena tumbuhnya liar dan mudah dibudidayakan.

“Saya buat obatnya. Masukkan ke dalam partikel dan partikel itu dimasukkan ke instrumen yakni alat metered dose inhaler yang pasien sendiri bisa pakai di rumah,”, ujarnya.

Ditambahkan, ide mengambil senyawa dari tanaman lokal ini berdasarkan hipotesa awal yakni dari obat para pendahulu, nenek moyang yang memanfaatkan tanaman itu untuk mengobati benjolan.

Fokus ke pengobatan kanker paru, kata Nurhasni, karena presentase penderita kanker paru di Indonesia cukup tinggi dan rata-rata dari pria perokok.

“Yang lolos atau menang dan mendapat penghargaan adalah peneliti yang memberikan ide atau inovasi yang unik. Termasuklah ide dan hasil penelitian saya. Selain itu juga karena dinilai orisinil memberikan manfaat untuk Indonesia dengan penderita kanker paru prevalensi tinggi dan tingkat kematiannya tinggi,” ungkap Nurhasni Hasan menutup pembicaraan seraya memohon support dan doa dari semua pihak agar memenangkan ide obat dan teknik pengobatannya ini di tingkat internasional. (Salviah Ika Padmasari)