RAKYAT.NEWS, Makassar – Bu Eni adalah pendiri Kelompok Wanita Nelayan (KWN) Fatimah Azzahra sejak tahun 2007. Kini, ia telah memiliki anggota sebanyak 600 orang. 150 orang diantaranya lansia yang berusia dari 60 tahun ke atas. Kehadiran kelompok ini telah banyak membantu ibu dan anak yang kekurangan.

Berdirinya komunitas sosial ini berawal dari pemahaman Bu Eni yang pernah berjuang untuk bangkit dari kesusahan bersama tiga orang anaknya saat suaminya meninggal. “Jadi ternyata kalau kita mau membantu orang kita harus punya uang dan kalau mau punya uang kita punya usaha. Dari usaha itulah kami bisa berbagi,” kata Pendiri KWN Fatimah Azzahra, Eni saat berbincang Rakyat.News, Kamis, 2 Februari.

Ia menyampaikan, perhatian pemerintah tidak bisa diharapkan sepenuhnya dan lebih baik untuk membangun kemandirian agar masalah dapat selesai. “Disini padat kegiatan dari hasil usaha itu juga akhirnya bermitra dengan orang lain yang biasa juga punya niat baik untuk membantu,” ujarnya.

Kegiatan yang menjadi rutinitas kelompok tersebut diantaranya program Nasi Murah yang penjualannya dilakukan setiap hari Kamis. “Sudah berjalan dua bulan sejak Desember 2022 untuk menuhi gizi lansia, ibu-ibu dan anak-anak meskipun cuma satu kali setiap pekanna kita bagi nasi murah harganya Rp.15.000 kita jual Rp.3.000 tapi yang Rp.3000 itu kita kumpul lagi untuk kegiatan sosial,” jelasnya.

Ada juga kelompok Sekolah Perempuan Berdaya yang beranggotakan ibu-ibu korban kekerasan untuk dilatih berwirausaha agar tidak ketergantungan ekonomi kepada suaminya sehingga mereka mampu mengadvokasi diri bila terjadi sesuatu. “Kadang-kadang kita minta bantuan Lembaga Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (LP3A), biasanya kami meminta untuk memberi parenting untuk ibu-ibu jadi kita sudah kerjasama disitu,” ucapnya.

Tidak hanya itu, ada juga program Sekolah Anak Percaya Diri (SAPD) untuk anak-anak korban kekerasan di pesisir yang muridnya berjumlah 70 orang. Mereka menjalani kelas setiap hari Jumat dan Minggu selama dua jam.

“Diterima siapa saja yang mau datang selama masih kosong karena tidak ada pembayaran. Disini ada psikolog, ada guru juga jadi mereka (murid) dilatih, belajarnya kan dia juga nonformal jadi digali bakat setiap anak seperti melukis, menari  dan sebagainya,” ucapnya.

Sampai saat ini, anak didik dari SAPD itu telah memiliki bakat seperti menari yang bahkan sudah sering tampil pada kegiatan-kegiatan instansi. “Mungkin tampil itu biasa bagi anak-anak pada umumnya, tapi ini berbeda karena ibu bapak mereka tidak happy jadi dia kehilangan kepercayaan dirinya jadi kalau dia bisa tampil didepan orang itu sudah kemajuan luar biasa bahwa dia sama dengan anak lain yang punya akses,” katanya.

Penulis : M. Aswar