GOWA – Departemen Advokasi dan Aksi Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Jurnalistik Periode 2022-2023 UIN Alauddin Makassar (UINAM) menggelar dialog advokasi dengan tema “Viral Dulu Lalu Ditangani, Dimana Ruang Aman Untuk Perempuan” di LT Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UINAM, Rabu (22/6/2022).

Baca Juga : Jelang HUT Bhayangkara Ke 76, Polsek Rappocini Gelar Bakti Religi-Sosial

Turut hadir sebagai pemateri, Sekretaris Unit Layanan Terpadu (ULT) Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UINAM, Faradhiba Bachtiar, Koordinator Divisi Perempuan, Anak dan Kaum Marjinal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar, Rahma Amin serta Divisi Hak Perempuan dan Disabilitas YLBHI LBH Makassar Rezky Pratiwi.

Baca juga : LBH Apik Makassar dan YLBHM Teken MoU Dengan Kemenkumham Guna Pelayanan Terbaik

Diawal acara, juga diisi oleh sambutan dari Ketua HMJ Jurnalistik Periode 2022-2023, Meriamusman, disusul oleh Ketua Jurusan (Kajur) Jurnalistik, Muh. Nur. Latief dan Sekertaris Jurusan Jurnalistik, Munsira Latif.

Dalam paparannya, Rahma Amin menerangkan para korban kekerasan seksual yang melapor, cenderung akan mendapatkan stigma disalahkan bahkan dilaporkan balik oleh pelaku.

“Ketika dilaporkan, korban akan cenderung mendapat stigma disalahkan, centil ko kayaknya, resiko diintimidasi, mahasiswa yang jadi korban pelecehan seksual itu diintimidasi bahkan dilaporkan balik oleh pelaku,” ungkapnya.

Baca juga : Gojek Gelar Pelatihan Anti Kekerasan Seksual, Makassar Jadi Kota Pertama

Disisi lain, pihak YLBHI LBH Makassar, yaitu Rizky Pratiwi mengatakan diluar proses hukum, lembaga ini juga melakukan upaya pendampingan melalui laporan etika di lembaga yang dinaungi oleh pelaku.

“Diluar proses hukum kami juga melakukan pendampingan dalam upaya upaya lainnya misalnya seperti laporan-laporan etika atau disiplin dari jabatan dari terlapor, kalau misalnya pelakunya adalah dosen atau pimpinan lembaga kemahasiswaan maka saluran-saluran itu bisa ditempuh selain proses hukum,” katanya.

Baca juga : Komnas Perempuan Soroti Kekerasan Seksual di Kampus

Tambahnya, pemateri yang juga Kartini ini menuturkan YLBHI LBH Makassar mau berkolaborasi dengan berbagai kampus untuk pencegahan dan penanggulangan Kekerasan seksual.

Bukan cuma itu, terkait tema yang dibawakan Dialog Advokasi ini, ia membeberkan memang ada situasi dimana kasus baru ditangani dengan baik ketika sudah viral terlebih dahulu, tetapi dia tidak boleh menjadi satu upaya saja, akan tetapi harus sepaket dengan mendorong perubahan kebijakan dan langkah progresif lain.

Baca juga : Laporkan Pelaku, Korban Pelecehan Seksual di Samping Kampus UIN Harap Polisi Bertindak Cepat

Demisioner Ketua HMJ Jurnalistik Periode 2017-2018 Muh. Ibrahim Rewa yang juga peserta dialog ini bertanya dalam sesi diskusi tentang alat bukti yang bisa menjerat para pelaku kekerasan seksual.

Pertanyaan tersebut kemudian dijawab oleh Rezky Pratiwi. Ia merespon, untuk alat bukti sendiri sebenarnya merupakan kewenangan aparat penegak hukum dalam segi pengumpulannya dan bukan dibebankan kepada korban.

“(Contoh alat bukti) satu, keterangan saksi yang tidak harus melihat langsung (peristiwa kejadian), karena karakteristik kekerasan seksual tidak di ruang privat. Keterangan saksi yang tau kalau pelaku dan korban berada di satu tempat atau waktu bisa menjadi petunjuk, (kemudian) gambaran psikolog, visum psikiater dan keterangan dokter kalau misalkan ada luka atau lebam atau misalnya dalam hal perkosaan, bukti elektronik seperti chat video atau foto, kemudian surat surat yang punya kaitan dengan kekerasan seksual itu. (Selanjutnya) misalkan korban hamil, tes DNA bisa dilakukan, untuk menunjukkan siapa pelakunya, dan (sebenarnya) alat bukti itu sangat kontekstual tergantung situasinya, jawab Rezky Pratiwi.

Baca juga : Nadiem Ancam Turunkan Akreditasi Kampus Yang Abaikan Permendikbud PPKS

Terakhir, dari perwakilan dari ULT PSGA UINAM, Faradhiba Bachtiar, mengatakan kampus peradaban ini memiliki pedoman pencegahan kekerasan seksual yang sudah termaktub dalam SK Rektor, bahkan sebelum Permendikbud tentang kekerasan seksual terbit dan ramai diperbincangkan.

“(Wewenang ULT PSGA) hanya pada pencegahan dan penanggulangan, jadi kami mendampingi tapi terkait dengan sanksi dan ketentuan hukum itu kita kembalikan lagi ke aparat berwenang, dalam konteks UIN ada dewan etik yang memiliki wewenang itu, kami di ULT mendampingi korban dan memberikan rekomendasi,” terangnya.

Baca juga : Tingkatkan Pelayanan Terhadap Kekerasan Perempuan, Polwan Gowa Ikuti Sosialisasi PUG

Faradhiba Bachtiar melanjutkan, pihaknya memiliki program Sahabat ULT dimana para mahasiswa dilatih untuk menjadi pembimbing konseling.

“Sahabat ULT yang bernaung di Sema kalau tidak salah, dan melakukan latihan selama dua hari untuk membantu kami di ULT untuk menjadi konseling, karena kemungkinan lebih nyaman kalau berbicara sesama seumuran, daripada melapor ke dosen jadi kami berfikir itu penting untuk dilakukan,” bebernya

Baca juga : TP-PKK Sulsel Gelar Talkshow Kekerasan Terhadap Perempuan