Silahkan lihat dan baca sejarah, saat UU Pokok Agraria lahir pada 1960, setelah Hak Erfpacht di hapus, lalu muncul HGU, batasan paling lama hanya 25-35 tahun. Lah sekang di Omnibus Law Cipta Kerja jadi 90 tahun, ini kan gila.

Dalam Klaster Ketenagakerjaan misalkan, sangat nyata mengurangi, menghilangkan hak dan kesejahteraan buruh yang selama ini didapat buruh, menghilangkan aspek perlindungan bahkan menghilangkan aspek pidana bagi pengusaha pelanggar.
Klaster Ketenagakerjaan secara terang benderang merampas hak-hak dasar buruh.

Soal Upah misalnya, dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja Upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan satuan hasil (ketentuan ini membuka ruang adanya upah per jam). Ketika upah dibayarkan per jam (satuan waktu dan hasil), maka otomatis upah minimum akan hilang, dan akibatnya nanti hanya akan ada buruh harian lepas dan buruh borongan.

Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) dan Upah Minumum Sektoral (UMSK) dihilangkan (di hapus).

Yang ada hanya Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Penetapan kenaikan Upah Minimum hanya dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi ditiap daerah.
Omnibus Law juga memuat ketentuan upah minimum padat karya.

Artinya, akan ada upah di bawah upah minimum. Padahal fungsi upah minimum sendiri merupakan jaring pengaman. Tidak boleh ada upah yang nilainya di bawah upah minimum. Fungsi dan Dewan Pengupahan Kota/Kabupaten dihilangkan.

Tidak ada larangan bagi pengusaha membayar upah dibawah ketentuan upah minimum. Upah Minimum semakin tidak lagi memiliki arti, karena sanksi pidana bagi pengusaha yang membayar upah di bawah upah minimum dihilangkan. Padahal dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun2003, jika pengusahan membayar upah di bawah upah minimum, pengusaha bisa dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak 400 juta.