RAKYAT NEWS, JAKARTA – Tidak ada heboh-heboh. Jauh dari hiruk-pikuk pemberitaan. Padahal mereka juara. Di level nasional, tidak ada pemberitaan yang masif soal pencapaian membanggakan mereka. Mereka yang dimaksud adalah: Universitas Hasanuddin.

 

Beda dengan tahun sebelumnya, ketika Universitas Gadjah Mada (UGM) keluar sebagai juara umum: Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas). Ajang lomba bergengsi bagi mahasiswa se-Indonesia dibidang penelitian, cipta karya dan inovasi.

 

Hal tersebut dikeluhkan seorang kawan alumni Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Sulawesi Selatan. Mungkin juga dirasakan pihak lain. Atau ordal civitas akademika perguruan tinggi ternama di luar pulau Jawa itu.

 

Tak lama berselang setelah ia mengirim beberapa link berita media lokal, Jumat (18/10/24) malam dengan tajuk yang rada mirip: Unhas Raih Juara Umum Pimnas ke-37 di Universitas Airlangga! “Ini prestasi membanggakan lho dan Unhas berhasil mencetak sejarah baru,” tambahnya.

 

 

Saya nyaris tak tahu andai tak dikirimkan link beritanya. Saya coba mengecek disejumlah media lokal Surabaya, tempat berlangsungnya Pimnas 14-19 Oktober 2024. Ada tapi minim. Terhimpit pemberitaan tiga srikandi calon pemimpin provinsi Jawa Timur yang memasuki masa kampanye dan debat kandidat. Begitu juga di media nasional. Dugaan saya, tenggelam dengan audisi dan catwalk calon menteri kabinet Presiden terpilih Prabowo Subianto yang ramai diberitakan dan dibicarakan dalam platform media sosial (medsos), beberapa hari terakhir ini.

 

Perhelatan akbar Pimnas ke-37 yang diselenggarakan di Universitas Airlangga sebagai tuan rumah telah berakhir Jumat (18/10/24) malam. Pimnas diikuti 525 tim dengan total peserta 3.500 orang dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.

 

Unhas berhasil mengantongi 19 medali, dengan 9 medali emas, 6 medali perak, dan 4 medali perunggu untuk kategori poster dan presentasi. Selain itu, Unhas juga berhasil meraih 1 gelar juara favorit pada kategori poster. Tiga mahasiswa Unhas juga memperoleh penghargaan individu sebagai mahasiswa bertalenta.

 

Peringkat kedua dan ketiga terbaik diraih UGM dan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS). Kemudian, Universitas Brawijaya, IPB, Universitas Negeri Malang, Universitas Airlangga, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya; Universitas Negeri Yogyakarta dan Politeknik Negeri Malang di posisi kesepuluh.

 

Dengan pencapaian itu, Unhas berhasil membawa pulang Piala “Adikarta Kertawidya” sebagai predikat juara umum. Prestasi ini untuk pertama kalinya semenjak event Pimnas digelar. Dan sekaligus memutus hegemoni perguruan tinggi di pulau Jawa yang selalu menjadi langganan juara umum Pimnas.

 

Piala tersebut diserahkan langsung oleh Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek, Ir Suharti MA PhD kepada Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Unhas, Prof Drg Muhammad Ruslin MKes PhD SpBM(K).

 

Besok paginya, saya mengontak ordal Unhas, Direktur Kemahasiswaan Abdullah Sanusi PhD. Sekalian memberi ucapan selamat.

 

“Alhamdulilah, tks kak. Ini sudah di Juanda (bandara,red) mau ke Makassar,” jawabnya melalui chat whatsapp.

 

Menurutnya pada Pimnas tahun ini, Unhas meloloskan 38 tim yang terdiri dari 187 mahasiswa. Jumlah itu diurutan ketiga dengan tim peserta terbanyak yang lolos ke Pimnas. Ia menyebut juga prestasi Unhas pada Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) terus meningkat 31 persen dibandingkan sebelumnya.

 

Proses menuju Pimnas ini, lanjutnya, dilalui cukup panjang. Ada serangkaian program yang dimulai sejak akhir 2023 dengan tahapan sosialisasi, seleksi hingga pelepasan menuju Pimnas di Unair dengan rentang waktu sekitar 303 hari.

 

Meski jauh dari sorot lampu kamera, fakta ini menunjukkan transformasi Unhas sedang bergerak. Inovasi terus bergulir. Disiapkan dengan sungguh-sungguh. Cara kerjanya lebih senyap. Dan hasil Pimnas ini merupakan panen dari buah yang sudah lama ditebar benihnya.

 

Saya coba menengok hasil riset eksakta mahasiswa Unhas peraih medali emas. Ada Misfalah Sari dengan karya “Optimalisasi Penghantaran Senyawa Cathecin dari Ekstrak Teh Hijau (Camellia sinensis) sebagai Mucus-penetrating Nanoparticles Aerosol Inhalation untuk Meningkatkan Efektivitas Terapi Pneumonia.”

 

Musyfira Sahra dengan karya “Luminar Capsule Microneedle sebagai Inovasi Baru Penghantaran Selektif Sofosbuvir Menuju No Nama Ketua Perguruan Tinggi Judul Hati dalam Mengurangi Risiko Hepatocelluler Carcinoma pada Penderita Hepatitis C.”

 

Lalu ada Widitra Darwis dengan karya “Inovasi Dissolving Microneedle Patch dengan Memanfaatkan Antigen Spesifik Tuberkulosis ESAT6-CFP10 sebagai Strategi Baru Diagnostik Infeksi Laten Tuberkulosis.”

 

Karya riset mereka keren keren.Begitu juga dengan karya dan hasil penelitian peraih medali dan penghargaan dengan kategori lainnya. Tak hanya dua, tapi empat jempol.

 

Prestasi yang ditorehkan mahasiswa Unhas ini boleh jadi menjadi jawaban dari berbagai “masalah” dan stigma yang kerap dijadikan objek pemberitaan media secara berlebihan. “Unhas itu sebenarnya kaya,” ujar kawan alumni Unhas tadi. “Salah satunya kaya masalah,” selorohnya.

 

Dengan kekayaan masalah itu, justru disitulah peluang emas. Semakin banyak masalah, semakin subur lahan bagi mahasiswa melakukan riset. Harusnya. Saya membayangkan jika kampus-kampus penuh periset yang berlomba-lomba “menghabiskan” masalah. Akhirnya, perguruan tinggi menjadi pabrik solusi. ***(Rusman Madjulekka).