Penulis buku anak berjudul Na Willa tersebut berpesan, menulis harus dijadikan rutinitas, “Begitu kembali ke rumah menulislah. Menulis itu perlu banyak latihan, sama seperti berenang. Maka menulislah setiap hari, lima menit saja cukup,” katanya.

Pemateri sukses mendorong peserta menghasilkan karya. Terbukti di sesi kelas menulis yang dibawakan Ibu Reda, anak usia SD mampu menuangkan imajinasinya jadi sebuah cerita utuh dan membuat peserta lain tercengang mendengarnya.

Tak hanya tulisan, sebuah lagu juga tercipta di sesi Workshop “Beginners Guide on Writing a Song” yang dibawakan Musisi dan Komposer Sorowako, Agus Puka.

Sesuai harapan Diba, SRWF hadir untuk mengenalkan bahwa literasi luas cakupannya. Tak hanya sebatas membaca, menulis, tapi juga ada literasi musik dan film.

Selain penulis, seniman, dan komposer, SRWF juga memberi ruang kepada Pengembang Program Matematika SMM Ibu Nadia Cassinie, dan Guru SD Yayasan Pendidikan Sorowako Lawewu Ibu Hesti Wulandari untuk berbagi kaitan literasi dengan soft skill, serta apa saja miskonsepsi literasi yang mengakar di masyarakat.

Keseruan SRWF mengundang animo masyarakat, hingga ada peserta yang rela menempuh perjalanan selama tiga jam untuk bisa terlibat dalam festival literasi perdana di Kabupaten Luwu Timur.

Diba selaku Founder dan Event Director SRWF merasa senang karena banyak pihak yang ikut berkolaborasi menyebarkan semangat literasi.

“Saya bersyukur bisa mengikuti PBM (Proyek Belajar Mandiri) dari SMA SMM (Sekolah Murid Merdeka), yang membuat saya bisa menyalurkan kecintaan terhadap literasi. PBM adalah kelas elektif (semacam esktrakurikuler) yang bertujuan untuk memecahkan suatu masalah dan atau menampung minat dan bakat dari murid-murid SMM. Acara ini sukses berkat lingkungan yang suportif, mulai dari orang tua, teman-teman, serta orang dewasa yang mau menciptakan ruang berkarya,” ungkap Ketua OSIS SMA SMM tersebut.**