negeri dan swasta ataupun Madrasah Aliyah yang berasal dari KTI yang dapat masuk ke

perguruan ternama di Jawa? Barangkali, sangat minim sebagai jawaban. Fenomena ini, jika

benar adanya, maka dapat dikatakan, bahwa, distribusi kualitas pendidikan di nusantara ini

boleh jadi mencerminkan ketidakadilan dalam program pendidikan yang selama ini telah

dicanangkan oleh pemerintah pusat, sejak proklamasi hingga kini. Ini perlu direvisi secara

fundamental!. Lalu, bagaimana hal ini dibedah dan diberi solusi?

Menurut hemat penulis, hal ini mesti menjadi perhatian para stake holder pusat-daerah.

Khususnya, presiden selaku pemimpin nomor wahid di Indonesia hendaknya lebih

berkonsentrasi pada pengamatan spesifik atas kualitas distribusi pendidikan di Indonesia

sebagai program strategis bagaimana meningkatkan mutu rata-rata peserta anak didik di KTI.

Barangkali salah satu yang menghambat untuk mengejar ketertinggalan ini adalah tidak

adanya lembaga riset terintegrasi yang merupakan konsorsium dari segenap dunia pendidikan

melalui LIPI yang selama ini tidak ada di KTI. Ini perlu ditindaklanjuti dan dipercepat guna

memangkas biaya riset yang terlalu mahal sehingga bermuara pada kualitas penelitian yang

sangat sulit untuk go nasional – go internasional.

 

Dengan adanya LIPI-KTI, maka ini adalah salah satu solusi! Sebab, dengan LIPI KTI, para

guru dalam semua strata pendidikan, terlebih lagi para dosen di KTI akan lebih mudah dalam

meningkatkan kualitas sdm-nya sehingga bermuara pada peningkatan kualitas pendidikan

peserta didik sejak usia PAUD hingga jenjang perguruan tinggi, baik swasta maupun negeri,

baik sekolah umum maupun pesantren, begitupun masyarakat luas. Disisi lain, pemerintah

pusat dapat memangkas pengadaan biaya riset yang terpaku pada seluruh perguruan tinggi

saja yang mana cenderung dikelola dengan management secara eksklusif dan sangat langkah

YouTube player