Adapun hal yang perlu dilakukan pemerintah adalah mencari pembiayaan dari dalam negeri untuk menutupi defisit APBN. Hal itu penting agar pemerintah tidak mendapat efek redenominasi nilai tukar rupiah. Salah satu solusi yang efektif ialah dengan meminta Bank Indonesia menyerap obligasi pemerintah atau Surat Utang Negara (SUN).

Penambahan alokasi PKH dan Kartu Sembako sebagai social safety net di tengah wabah COVID-19 masih belum cukup. Seperti diketahui, jumlah penerima manfaat dari kedua bantuan sosial tersebut bertambah 5,6 juta orang dibandingkan sebelum mewabahnya COVID-19.

Jaminan sosial dari pemerintah sedari awal belum siap. Indonesia belum memiliki sistem universal basic income yang bisa diterapkan dalam situasi darurat. Namun masyarakat juga menyesalkan adanya indikasi ketidaktegasan pemerintah terlihat dari sejumlah hal. Pertama, pemerintah ingin memutus mata rantai penye baran Covid-19 melalui pembatasan sosial berskala besar (PSBB), ketimbang karantina wilayah utamanya di Jakarta.

Sejauh ini, pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan tegas yang melarang warga Ibu Kota untuk mudik. Kedua, kurang selarasnya koordinasi antara pusat dan daerah yang terlihat dari polemik Surat Edaran (SE) No. 1588/-1.819.611 tentang Penghentian Layanan Bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), Antar Jemput Antar Provinsi [AJAP], dan Pariwisata dari dan ke Jakarta.

Dinas Perhubungan DKI Jakarta pada 30 Maret mengeluarkan SE tersebut. Namun, pada hari yang sama, Kementerian Perhubungan membatalkan surat itu dengan alasan belum ada kajian dampak ekonomi.

Ketiga, kurang koordinasi antara lembaga terkait dalam merespons kebijakan. Hal tersebut terlihat dari ‘polemik’ Surat Edaran Badan Pengelola Trans portasi Ja bodetabek (BPTJ) No. 5/2020.

Peneliti Senior Indef Enny Sri Hartati menilai berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sejauh ini tidak tepat sasaran. Dia mengingatkan pemerintah, saat ini yang dibutuhkan adalah upaya tanggap darurat pengendalian penyebaran Covid-19 yang serentak dan efektif. Menteri Keuangan Sri Mul yani Indrawati mengatakan, tata kelola dari belanja- belanja tersebut akan diatur di belakang. Yang terpenting, bagai mana menangani pandemi COVID-19 dengan cepat dan tepat.