MakassarRakyat News – Isu perkawinan anak menjadi materi penting yang perludibahas pada tingkat MusyawarahPerencanaan Pembangunan (Musrembang)untuk mencegah terjadinya perkawinan anak, demikian kesimpulan yang terangkum dalam diskusi bertema “Perkawinan Bukan Kepentingan Anak”. Sabtu (14/12/2019).

 

Dalam diskusi yang digelar dalam rangka hari anti kekerasan terhadap perempuan di Makassar, Jumat (13/12/2019), Kepala Bidang Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi Sulawesi Selatan, Nur Anti mengemukakan kebijakan pemerintah untuk merumuskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) berdasarkan pada musrembang.

 

Lebih lanjut dikatakannya sehingga untuk memastikan kebijakan terkait perkawinan anak harus menjadi perhatian masyarakat untuk dibahas pada musrembang di tingkat desa/kelurahan.

“Kalaupun ada anggaran yang disiapkan, harus tetap isu perkawinan anak ini dibahas di tingkat desa untuk melakukan pencegahan di tatanan terkecil masyarakat. Sebab penggunaan anggaran pun dikeluarkan berdasarkan RPJMD di masing-masing pemerintah daerah,” katanya.

Perkawinan anak yang dimaksudkan, bukan hanya anak dengan anak tetapi anak dengan orang yang berumur dewasa sehingga penguatan kapasitas anak dan pembinaan ketahanan berbasis desa menjadi hal sangat penting untuk dilakukan.

Berdasarkan data Sensus Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018, perkawinan anak tertinggi di Indonesia berada di Provinsi Sulawesi Barat disusul Kalimantan Tengah.

Anti mengemukakan beberapa alasan di masyarakat yang mengakibatkan perkawinan anak terjadi ialah berisiko melakukan hubungan seksual, sebanyak 25 persen pendapat karena saling mencintai, berisiko melanggar nilai agama, dan melanggar nilai sosial dengan alasan permohonan dispensasi perkawinan di Pengadilan Agama (PA).

“Jadi memang masih dibutuhkan pemikiran untuk segalanya yang terbaik buat anak. Bukan karena keinginan orangtua. Apalagi sekarang tampak terjadi pergeseran nilai, jika dulu ilmu dianggap harta sekarang tidak lagi. Sudah ada pergeseran nilai tentang anak, ini juga terkait penggunaan gawai,” papar Anti.