RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Fakultas Hukum (FH) Universitas Hasanuddin (Unhas) bersama Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI) menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Penguatan Tata Kelola Kelembagaan Pengawasan Pemilu Melalui Sistem Pencegahan dan Penegakan Hukum Pemilu yang Berkepastian Hukum dalam Rangka Revisi Undang-Undang Pemilu.”

Kegiatan ini berlangsung di Fakultas Hukum Unhas, Kampus Tamalanrea, Makassar, mulai pukul 09.00 WITA.

Seminar ini menjadi forum akademik strategis dalam merespons dinamika penegakan hukum pemilu sekaligus memberikan kontribusi pemikiran ilmiah terhadap agenda revisi Undang-Undang Pemilu.

Rektor Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc., menegaskan peran strategis Unhas sebagai perguruan tinggi unggulan nasional dalam mengawal kualitas demokrasi Indonesia.

Ia menyampaikan komitmen Unhas untuk berpartisipasi aktif dalam penguatan sistem pemilu melalui pendekatan akademik berbasis riset dan kajian ilmiah.

“Unhas siap bersinergi secara penuh dengan Bawaslu RI dalam memperkuat sistem demokrasi dan tata kelola pemilu yang berintegritas,” jelas Prof JJ.

Lebih lanjut, ia menyoroti kontribusi signifikan sumber daya manusia Unhas dalam bidang kepemiluan, baik melalui kajian akademik maupun keterlibatan langsung dalam praktik kelembagaan pemilu.

“Kami bangga karena banyak akademisi Unhas yang terlibat aktif dalam dunia kepemiluan dan terus menghadirkan gagasan solutif bagi pembaruan hukum pemilu,” tambah Prof JJ.

Sebagai narasumber utama, Dr. Rahmat Bagja, S.H., LL.M., Ketua Bawaslu RI, memaparkan materi berjudul “Evaluasi dan Penguatan Pemilu dalam Perspektif Pengawas Pemilu.”

Dalam paparannya, Dr. Bagja menekankan bahwa pemilu demokratis harus ditopang oleh tiga pilar utama, yakni pemilu berintegritas, sistem keadilan pemilu yang efektif, dan pemilu yang partisipatif.

Ia mengidentifikasi sejumlah ancaman serius terhadap integritas pemilu, antara lain praktik politik uang, pelanggaran netralitas ASN, TNI, Polri, serta penyelenggara pemilu, dan maraknya kampanye hitam (black campaign).

Dalam rangka mewujudkan kepastian hukum pemilu, Dr. Bagja mengusulkan redesain mekanisme penegakan hukum pemilu melalui beberapa poin kunci, meliputi:

1. Penguatan Fungsi Quasi Peradilan Bawaslu, dengan memberikan kekuatan mengikat langsung terhadap putusan Bawaslu guna menjamin penyelesaian perkara yang cepat dan efektif.

2. Pengembangan Sistem Keadilan Pemilu Terintegrasi, yang menghubungkan Bawaslu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam satu kerangka penegakan hukum yang koheren.

3. Prioritas Sanksi Administratif (Ultimum Remedium), dengan menempatkan sanksi administratif sebagai instrumen utama dibandingkan sanksi pidana.

4. Peningkatan Transparansi Digital, melalui pemanfaatan sistem informasi dalam penanganan pelanggaran untuk memperkuat akuntabilitas dan kepercayaan publik.

Seminar kemudian dilanjutkan dengan sesi panel yang menghadirkan Prof. Dr. Aswanto, S.H., M.Si., DFM, Guru Besar FH Unhas dan mantan Hakim Konstitusi, serta Prof. Dr. Anwar Borahima, S.H., M.H., Guru Besar Hukum Perdata FH Unhas.

Para panelis memberikan perspektif kritis dan akademik terhadap arah pembaruan hukum pemilu dan kelembagaan pengawasan pemilu di Indonesia.

Diskusi berlangsung interaktif dengan partisipasi aktif peserta. Kegiatan akademik ini dihadiri oleh mahasiswa dan dosen FH Unhas, perwakilan dosen fakultas hukum se-Kota Makassar, serta praktisi kepemiluan.

Kegiatan ini juga menjadi momentum penguatan kolaborasi kelembagaan melalui penandatanganan Nota Kesepahaman antara Unhas dan Bawaslu RI, sebagai landasan kerja sama dalam pengembangan riset, pendidikan, dan penguatan demokrasi ke depan. (*)

YouTube player