Maros, Rakyat News – Pendangkalan alur sungai yang terjadi di titik tertentu di sungai akibat buangan sampah bercampur lumpur pasir yang menumpuk menjadi sorotan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Apalagi yang mengerjakan proyek tanpa memperhatikan lingkungan sekitarnya. Bukan ahlinya. Sehingga dapat merugikan pihak lain karena limbah pembuangan hasil pengerukan ditumpuk begitu saja di bibir tanggul. Limbahnya kembali lagi ke sungai. Dan, yang paling merasakan adalah nelayan pengguna perahu.

Seperti yang terjadi pada Proyek Pengerukan Sungai Maros, di Desa Pajukukang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros. Pasalnya, perusahaan yang mengerjakan proyek tersebut tidak memperlihatkan itikad baik dengan tidak memasang papan bicara (proyek). Padahal, keberadaan papan proyek tersebut harus transparan.

Masyarakat harus tahu nilai kontraknya. Sehingga proyek tersebut tidak terkesan seperti proyek “Siluman”. Karena pemasangan papan proyek tersebut sesuai amanah Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Nomor 14 Tahun 2008 dan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan Nomor 70 Tahun 2012, dimana setiap pembinaan pekerjaan bangunan fisik yang dibiayai negara wajib ada papan nama proyek, memuat jenis kegiatan, lokasi proyek, nomor kontrak, waktu pelaksanaan proyek dan nilai kontrak serta jangka waktu atau lama pekerjaan.

Rakyat News

Dari pantauan APKAN di lapangan, selasa, 22/12-2020 sedimen hasil kerukan pada proyek itu ditumpuk di samping Dermaga Kayu, Desa Pajukukang. Tanggul yang merupakan Fasum (Fasilitas Umum) sepanjang 100 meter jadi rusak parah.

Ketua BPD (Badan Permusyawaratan Desa) Pajukukang, Akbar, yang dikonfirmasi terkait proyek tersebut mengatakan, “proyek itu adalah milik MA, salah seorang anggota DPRD Sulsel, dari Fraksi PKS yang diberikan ke saya. Terkait dugaan bobroknya proyek tersebut, Akbar mengatakan itu sudah sesuai dan tidak ada yang salah.