Di Balik Lapisan Masalah, Latar Belakang Konsep Dan Metodologi Riset Aksi Cegah Perkawinan Anak
Bagian Kesatu : Tim Riset Aksi Cegah Perkawinan Anak Pattiro Jeka
Perkawinan anak bukan lagi hanya masalah lokal atau budaya, melainkan pelanggaran hak asasi manusia yang mengancam masa depan generasi muda Indonesia.
Berdasarkan temuan dari Laporan Akhir Riset Aksi Cegah Perkawinan Anak yang di laksanakan oleh lembaga Pattiro Jeka dengan dukungan pemerintah Daerah Kabupaten Jeneponto melalui Bappeda Kabupaten Jeneponto, upaya untuk menangani permasalahan ini membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang akar penyebab dan kerangka kerja yang komprehensif.
Riset aksi yang dilakukan bukan hanya bertujuan untuk mengidentifikasi masalah, tetapi juga untuk merumuskan dan mengimplementasikan solusi yang dapat diukur dampaknya di lapangan.
Secara konseptual, perkawinan anak didefinisikan sebagai perkawinan di mana salah satu atau kedua pihak belum mencapai usia 18 tahun, sesuai dengan standar internasional dan peraturan nasional Indonesia.
Landasan hukum yang menjadi acuan meliputi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (dimodifikasi), Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Konvensi Hak Anak PBB tahun 1989.
Riset ini mengadopsi konsep “riset aksi” yang mengintegrasikan tiga tahapan utama: pengumpulan data, analisis mendalam dan intervensi langsung yang dirancang untuk memberikan dampak nyata bagi komunitas.
Di daerah studi, perkawinan anak masih ditemukan dengan prevalensi yang memprihatinkan, dengan faktor pendorong yang saling terkait. Kemiskinan menjadi pemicu utama di mana keluarga melihat perkawinan anak sebagai cara untuk mengurangi beban ekonomi.
Selain itu, tradisi budaya yang masih melekat dan rendahnya akses pendidikan bagi anak perempuan memperparah kondisi tersebut.
Kurangnya kesadaran hukum tentang usia minimum perkawinan dan hak anak juga menjadi hambatan utama dalam upaya Pencegahan.
Riset ini menggunakan pendekatan campuran (kualitatif dan kuantitatif) untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif. Tahapan pengumpulan data meliputi survei kuisioner terhadap 250 keluarga yang terpilih secara acak, wawancara mendalam dengan 30 responden kunci (termasuk korban perkawinan anak, tokoh masyarakat dan petugas pemerintah), fokus grup diskusi dengan kelompok remaja dan orang tua, serta observasi lapangan selama 6 bulan.








Tinggalkan Balasan