RAKYAT NEWS, BANTAENG – Menutup bulan September 2025, SMKN 5 Bantaeng menyelenggarakan “Pelatihan Penggunaan Alat GPS Geodetik” bagi guru dan siswa pada program keahlian Desain Pemodelan dan Informasi Bangunan (DPIB).

Kegiatan dua hari yang berlangsung di lingkungan sekolah dan area praktik lapangan ini dirancang untuk membekali peserta dengan keterampilan pemetaan berakurasi tinggi, mulai dari pengenalan prinsip Global Navigation Satellite System (GNSS) hingga praktik pengukuran Real-Time Kinematic (RTK) dan pengolahan data pasca-survei.

Pelatihan ini menjadi salah satu upaya sekolah dalam memperkuat literasi spasial dan kompetensi vokasional yang selaras dengan kebutuhan industri konstruksi, pertanian presisi, kehutanan, perikanan, dan kebencanaan.

Pembukaan pelatihan ditandai dengan sambutan dari Kepala Sekolah SMKN 5 Bantaeng, H. Syahruddin, S.Pd., MM yang menekankan pentingnya kemampuan teknis berbasis data dalam dunia kerja masa kini.

“Di era yang serba terukur, kompetensi membaca, mengolah, dan memanfaatkan data geospasial menjadi nilai tambah yang signifikan. Melalui pelatihan ini, kami mendorong guru dan siswa untuk tidak hanya ‘mampu menggunakan alat’, tetapi juga ‘mampu berpikir spasial’ dalam merancang solusi,” ujar Syahruddin dalam sambutannya.

Ia menambahkan, sekolah berkomitmen menjadikan kegiatan ini berkelanjutan lewat proyek-proyek pembelajaran berbasis masalah yang memanfaatkan hasil pengukuran lapangan.

Pelatihan menghadirkan Dr. Ir. Anas Arfandi, M.Pd. dan tim pelaksana Program Kemitraan Masyarakat (PKM) Universitas Negeri Makassar (UNM) yang dipimpin oleh Dr. Ir. Muh. Irfan, ST., MT.

Peserta terlebih dahulu dikenalkan dengan berbagai alat yang ada pada GPS Geodetik. Sesi teori di hari pertama disusun dengan pendekatan bertahap.

Pengenalan Alat Perangkat Geodetik Bagi Para Siswa dan Guru SMK Negeri 5 Bantaeng, (Dok. Istimewa).

Materi dimulai dari pengenalan perangkat geodetik — base dan rover, antena, pengendali (controller), baterai, hingga aksesoris penyangga — dilanjutkan dengan pengaturan awal perangkat, pengecekan firmware, dan prosedur keselamatan kerja.

Pelatih menekankan best practice penyusunan rencana survei: menentukan titik kontrol, membuat checklist alat, menyiapkan form isian lapangan, dan menyusun skenario kontinjensi apabila jaringan koreksi RTK/Internet mengalami gangguan.

Sesi Praktik Penggunaan Alat GPS Geodetik, (Dok. Istimewa).

Memasuki sesi praktik, peserta diajak melakukan hands-on menghidupkan perangkat, mengatur constellation satelit yang digunakan, memilih jenis koreksi (RTK/NTRIP atau local base), dan melakukan inisialisasi fix di area terbuka. Guru dan siswa bergantian menjadi operator, pencatat field notes, serta pengawas keselamatan alat.

Di sinilah antusiasme peserta terlihat; banyak siswa mengomentari kecepatan fix dan sensasi melihat koordinat yang “mengunci” hingga ketelitian sentimeter di layar pengendali.

“Saya baru paham bedanya GPS ponsel dengan GPS geodetik. Di sini, selisih beberapa sentimeter bisa sangat penting untuk kemiringan saluran atau batas lahan,” ucap salah satu siswa peserta.

Sesi Praktik Penggunaan Alat GPS Geodetik Bagi Guru dan Siswa SMKN 5 Bantaeng, (Dok. Istimewa).

Relevansi pelatihan meluas ke berbagai kompetensi keahlian yang ada di SMKN 5 Bantaeng. Untuk Teknik Konstruksi, akurasi RTK penting saat staking out pondasi dan as built survey.

Bagi Agribisnis, geolokasi presisi mendukung pertanian presisi, pemupukan variabel, dan pemantauan irigasi. Program Kehutanan dan Perikanan dapat memanfaatkan GPS geodetik untuk inventarisasi tegakan, penandaan petak, pemetaan kolam atau keramba, serta monitoring perubahan garis pantai.

Sementara itu, rumpun Teknologi Informasi memegang peran dalam pengolahan data, otomatisasi workflow, dan integrasi ke dashboard digital.

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, Muh Alwi, S.Pd.I, menyebut pelatihan ini sejalan dengan Kurikulum Merdeka yang menekankan proyek lintas disiplin dan profile Pelajar Pancasila.

“Kita ingin anak-anak terlatih bernalar kritis dan bergotong royong dalam menyelesaikan masalah nyata. Peta adalah bahasa bersama lintas jurusan. Ketika siswa konstruksi, agribisnis, dan TI duduk satu meja membaca peta yang mereka buat sendiri, di situ proses belajar yang sesungguhnya terjadi,” ujarnya.

Ia menambahkan, sekolah tengah menyiapkan capstone project sederhana berbasis data hasil pelatihan untuk dikerjakan sepanjang semester.

Selain aspek teknis, pelatihan juga menekankan etika dan legalitas data geospasial. Peserta diingatkan untuk menghormati privasi saat memetakan area yang sensitif, mematuhi regulasi akses perangkat, serta menyertakan credit dan catatan metodologi saat mempublikasikan peta.

“Keterampilan tanpa etika ibarat kendaraan tanpa rem. Kita mau generasi terampil yang juga bertanggung jawab,” kata salah satu instruktur.

Sesi tanya jawab memperkaya wawasan peserta. Beberapa guru menanyakan strategi kalibrasi antena dan height of instrument (HI) untuk meminimalkan bias vertikal, sementara siswa tertarik dengan perbandingan akurasi antara RTK dan post-processed kinematic (PPK).

Instruktur menunjukkan contoh kasus bahwa RTK unggul untuk kebutuhan real-time stakeout, sedangkan PPK dapat menjadi pilihan ketika jaringan koreksi tidak tersedia, sepanjang rekaman observasi disimpan dengan baik dan dikoreksi terhadap stasiun referensi.

Dukungan logistik dari sekolah dan mitra praktik menjamin kelancaran acara: ruang kelas dengan proyektor untuk teori, halaman sekolah sebagai lokasi inisialisasi satelit yang lapang, serta laboratorium komputer untuk pengolahan.

Panitia juga menyiapkan prosedur keselamatan penggunaan peralatan, mulai dari sling pengaman, safety vest, pelindung panas, hingga protokol penanganan baterai dan penyimpanan perangkat setelah dipakai.

“Alat geodetik bukan hanya mahal, tapi juga presisi. Perawatannya harus telaten,” tegas Suharno, S.Pd., selaku koordinator peralatan yang juga menjabat sebagai ketua jurusan DPIB.

Dari sisi dampak, pelatihan dinilai memberi tiga jenis manfaat:

Pertama, manfaat teknis: meningkatnya pemahaman parameter kualitas (DOP, fix ratio, baseline length) dan keterampilan end-to-end dari pengukuran hingga pemetaan.

Kedua, manfaat pedagogis: guru memperoleh bahan ajar kontekstual untuk mata pelajaran terkait matematika terapan, fisika, geografi, produktif kejuruan, serta projek penguatan profil Pelajar Pancasila.

Ketiga, manfaat kolaboratif: tumbuhnya budaya kerja tim lintas jurusan yang meniru ekosistem kerja industri.

SMKN 5 Bantaeng merencanakan program lanjutan berupa mini-project pemetaan infrastruktur mikro di sekitar sekolah: mendata titik rawan genangan, memodelkan kemiringan saluran, serta menyusun rekomendasi perbaikan sederhana berbasis peta.

Sekolah juga membuka peluang kolaborasi dengan pemerintah setempat, komunitas relawan kebencanaan, dan perguruan tinggi untuk skema magang atau kelas tamu bertema geospasial.

“Kompetensi geospasial itu transferable. Hari ini dipakai untuk drainase sekolah, besok bisa untuk perencanaan desa atau respon bencana,” terang salah satu pelatih.

Pelatihan ini sekaligus menjadi pengingat pentingnya investasi pada peralatan dan pemeliharaan. Panitia mengusulkan strategi pooling aset: peralatan disimpan terpusat dengan jadwal peminjaman yang jelas, log penggunaan terdokumentasi, serta jadwal kalibrasi berkala.

Mereka juga mendorong penggalangan alat pendukung seperti range pole tambahan, tripod yang lebih stabil, data collector cadangan, dan rugged case untuk mobilitas lapangan.

“Keberlanjutan pelatihan sangat bergantung pada ketersediaan alat yang sehat dan budaya pemakaian yang disiplin,” kata koordinator sarpras.

Keterlibatan siswa perempuan menjadi salah satu sorotan positif. Panitia mencatat partisipasi aktif siswi dalam pengoperasian controller dan analisis data.

“Pemetaan bukan pekerjaan yang ‘maskulin’. Ini pekerjaan presisi yang membutuhkan ketelitian, komunikasi, dan nalar,” komentar pelatih ketika menanggapi pertanyaan tentang inklusivitas di kelas geospasial.

Sekolah berharap tren ini terus meningkat dan melahirkan duta-duta geospasial muda dari Bantaeng.

Sebagai penutup, Kepala Sekolah menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang terlibat: panitia internal, narasumber, guru, siswa, serta mitra yang mendukung.

Ia menekankan bahwa keberhasilan pelatihan bukan diukur dari seberapa banyak materi yang disampaikan, tetapi dari seberapa jauh kompetensi peserta berkembang dan dapat diaplikasikan.

“Indikator paling nyata adalah ketika peta yang dibuat hari ini betul-betul dipakai besok untuk mengambil keputusan, sekecil apa pun keputusannya,” demikian pesannya.

Sertifikat partisipasi dibagikan kepada seluruh peserta, diikuti sesi photo call sederhana sebagai penanda berakhirnya kegiatan.

Upaya SMKN 5 Bantaeng mengintegrasikan teknologi geospasial ke ruang kelas menunjukkan arah pembelajaran vokasi yang relevan dan visioner.

Pelatihan GPS geodetik di akhir September 2025 ini tidak hanya menyisakan kumpulan koordinat dan peta, tetapi juga menanamkan cara pandang baru: bahwa ruang—dengan segala detailnya—dapat dibaca, diukur, dan dikelola untuk menghasilkan perubahan nyata.

Dengan bekal pengetahuan, keterampilan, dan etika pengelolaan data, guru dan siswa SMKN 5 Bantaeng melangkah pulang bukan sebagai pengamat peta, melainkan sebagai pembuat peta masa depan mereka sendiri.