“Kami ingin setiap rumah di Desa Seppang memiliki setidaknya satu Budikdamber sebagai langkah awal menuju kemandirian pangan,” ujarnya.

Kepala Desa Seppang, Samsu, memberikan apresiasi tinggi terhadap ide tersebut. Menurutnya, Budikdamber sangat relevan dengan kondisi desa yang sebagian besar memiliki pekarangan terbatas.

“Program ini sederhana, murah, tapi manfaatnya besar bagi warga,” katanya sambil menegaskan komitmen pemerintah desa untuk mendorong penerapan sistem ini di seluruh RT.

Kepala Dusun Mattirowalie, Muh. Darwis Pasra, menilai Budikdamber sebagai inovasi tepat guna untuk mengajak generasi muda lebih produktif di rumah. Menurutnya, anak muda dapat belajar bertanggung jawab melalui perawatan ikan dan tanaman, sekaligus berkontribusi pada ketahanan pangan keluarga.

Antusiasme warga terlihat dari banyaknya pertanyaan dan keinginan mencoba Budikdamber di rumah. Beberapa ibu rumah tangga bahkan langsung meminta daftar bahan dan estimasi biaya pembuatan. Untuk memastikan keberlanjutan, mahasiswa KKN berencana melakukan monitoring rutin selama masa tugas mereka.

Dengan kombinasi edukasi, praktik langsung, dan dukungan pemerintah desa, Budikdamber di Desa Seppang membuktikan bahwa inovasi sederhana dapat membawa dampak besar.

Program ini tidak hanya menambah pengetahuan warga tentang budidaya pangan berkelanjutan, tetapi juga menumbuhkan semangat gotong royong dan kemandirian.

Bagi mahasiswa KKN Unhas, Budikdamber menjadi warisan berharga yang mereka tinggalkan untuk desa—sebuah langkah kecil menuju masa depan yang lebih mandiri dan hijau.

Penulis: Fajar Gustiawan Akhmad

YouTube player