Situasi ini membuat kondisi masyarakat semakin buruk, terutama para petani kecil di Jawa yang semakin terjerumus dalam kemiskinan karena kehilangan kontrol atas lahan pertanian mereka.

Di sisi lain, ada sebagian masyarakat yang mendapat keuntungan dari sistem ini, yaitu para pedagang dari berbagai latar belakang yang tiba-tiba menjadi kaya.

Kenaikan tajam kekayaan mereka membuat keheranan para petani yang makin miskin. Mereka heran dari mana asal kekayaan orang-orang tersebut. Petani saat itu hidup dengan prinsip untuk bertahan hidup.

Mental Iri dan Dengki

Menurut Ong Hok Ham dalam bukunya Wahyu yang Hilang Negeri Yang Guncang (2019), mereka hanya bertani untuk kebutuhan sendiri. Jika hasil pertanian berlebih, mereka akan menjualnya.

Oleh karena itu, petani memiliki keyakinan bahwa kekayaan harus diperoleh melalui cara yang jelas dan terlihat oleh orang lain. Ketika para petani tidak melihat usaha keras dari orang-orang kaya yang mendadak tersebut, serta tidak bisa menjelaskan asal usul kekayaan mereka, maka rasa iri dan cemburu pun muncul.

Menurut George Quinn dalam “An Excursion to Java’s Get Rich Quck Tree” (2009)”, petani selalu merasa bahwa kekayaan harus didasari oleh usaha.

Jika orang kaya tersebut gagal menjelaskan asal kekayaannya, para petani akan menuduh bahwa uang itu dicuri. Karena kepercayaan mereka pada hal-hal mistis, para petani menganggap bahwa pencurian itu terjadi dengan bantuan makhluk halus seperti setan atau tuyul.

Tuyul sendiri merupakan sosok dari mitologi Jawa yang sudah dikenal sejak lama. Bentuknya adalah makhluk halus atau hantu berbadan kecil dan botak yang bisa dijadikan buatannya.

Karena tuduhan pencurian ini, reputasi tuyul sebagai simbol mistis dalam hal kekayaan semakin populer dan dipercaya masyarakat Indonesia hingga saat ini.

YouTube player