BEKASI – Hukum Adminisitrasi Negara (HAN) merupakan perangkat yang mengatur pengelenggaraan sebuah negara. Ruang lingkupnya berhubungan dengan tugas dan wewenang administrasi yang dimiliki lembaga negara, baik pusat maupun daerah. Subjek dalam HAN adalah Badan Hukum Perdata. Seperti cabang ilmu hukum lain, perangkat ini juga memiliki hukum acara peradilannya sendiri.

Hukum Acara adalah bagian dari ilmu hukum yang mengatur prosedur atau tata cara dalam melaksanakan hukum materiil. Hukum acara dibagi menjadi dua jenis yaitu hukum acara perdata dan hukum acara pidana. Hukum acara pidana mengatur tata cara atau prosedur pelaksanaan hukum di bidang pidana, sedangkan hukum acara perdata mengatur tata cara atau prosedur pelaksanaan hukum di bidang perdata dan salah satu cabangnya adalah Hukum Administrasi yang melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika terdapat sengketa.

Meski subjek dan pola peradilan sama, Hukum Acara PTUN dan Hukum Perdata memiliki perbedaan karakteristik dan diterapkan pada situasi yang berbeda. Berikut perbedaannya:

1. Subjek/Para Pihak
Pada PTUN, subjek yang bersengketa adalah Badan Hukum atau pejabat tata usaha negara melawan warga masyarakat. Sengketa ini berkaitan dengan keputusan tata usaha negara yang dapat mempengaruhi hak individu atau badan hukum. Sedangkan pada Hukum acara perdata, subjeknya adalah warga masyarakat melawan warga masyarakat atau antara individu atau badan hukum mengenai hak-hak pribadi atau perdata yang lebih bersifat personal dan tidak melibatkan keputusan administrasi dari negara.

2. Pokok Sengketa
Pada PTUN, sengketa yang dihadapi biasanya berkaitan dengan keputusan administratif seperti izin, pemberhentian pegawai, atau tindakan administratif lainnya yang dianggap melanggar hak individu atau badan hukum karena dikeluarkannya suatu putusan. Sedangkan pada HUkum Acara Perdata, sengketanya meliputi kepentingan keperdataan suatu individu atau badan hokum yang berhubungan dengan perjanjian, kerugian, warisan, perbuatan melawan hukum, atau hak-hak milik yang lebih bersifat pribadi.

3. Prosedur
Proses pengadilan dalam PTUN diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Prosesnya lebih formal dengan tujuan untuk menguji keabsahan keputusan tata usaha negara.Terkadang, di dalam PTUN juga terdapat pengujian terhadap kebijakan administratif yang dinilai tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Dalam PTUN, penggugat tidak dimungkinkan untuk menggugat “ganti rugi”, melainkan lebih kepada pembatalan atau perubahan keputusan administratif yang dianggap tidak sah atau tidak tepat.

Sedangkan pada Hukum acara perdata, Proses penyelesaian sengketa lebih mengedepankan ganti rugi atau pemulihan hak bagi pihak yang dirugikan. Penyelesaian sengketa perdata diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (KUHAPerdata). Salah satu hal yang membedakan adalah bahwa hukum acara perdata dapat mencakup prosedur mediasi, sementara dalam PTUN, proses lebih banyak berbentuk pengujian administratif dan tidak selalu melibatkan aspek mediasi.

4. Jenis Putusan
Putusan PTUN hanya bersifat membatalkan, memperbaiki, atau memerintahkan pengeluaran keputusan baru oleh pejabat terkait. PTUN tidak dapat mengatur ganti rugi atau perintah lain di luar lingkup keputusan administratif. Sedangkan putusan perdata bisa memerintahkan pembayaran ganti rugi, pelaksanaan perjanjian, atau penghentian tindakan tertentu. Putusan lebih luas dan beragam karena terkait dengan hak-hak pribadi dan kewajiban antara pihak-pihak yang terlibat.

5. Gugat Rekonvensi
Dalam hukum acara perdata dikenal dengan gugat rekonvensi (gugat balik), yang artinya gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat dalam sengketa yang sedang berjalan antar mereka. Pada PTUN tidak ada gugatan rekovensi yang artinya, tidak bisa mengajukan gugatan balik dari badan hukum/pejabat kepada warga masyarakat.

 

Penulis: Delima Nur Izza Prastio

YouTube player