Han menjelaskan bahwa semakin besar ukuran Ceraptosia, semakin berkurang kerentanannya menjadi mangsa. Mereka menjadi lebih aman dalam lingkungan mereka dibandingkan dengan pendahulu yang lebih kecil dan harus selalu waspada terhadap ancaman serta mengandalkan kecepatan atau ketangkasan untuk melarikan diri.

“Makin besar ukuran mereka, kerentanan untuk menjadi mangsa makin berkurang. Lingkungan menjadi lebih aman bagi mereka dibandingkan pendahulu mereka yang lebih kecil dan selalu waspada terhadap ancaman dan mengandalkan kecepatan atau ketangkasan untuk melarikan diri,” kata Han.

“Ketika fungsi yang membantu dinosaurus tetap waspada tidak sering digunakan, fungsi tersebut menurun,” ia menambahkan.

Dalam konteks manusia, Han mencatat bahwa efek ketergantungan terhadap teknologi dapat menurunkan fungsi otak dan indera manusia sebagaimana yang terjadi pada evolusi dinosaurus.

“Manusia kesulitan kembali hidup di hutan atau gurun setelah mengadopsi kehidupan modern. Kita harus mempertimbangkan cara mempertahankan ketajaman dan ketangkasan indera, serta kemampuan lainnya seiring dengan evolusi yang terus berlanjut,” kata dia.

Ia menyarankan agar manusia menjaga keseimbangan dalam ketergantungan dengan teknologi agar tidak kehilangan kecerdasan alamiah dan keterampilan yang dimiliki sepanjang evolusi berlangsung.

“Penemuan soal dinosaurus [yang bertambah bodoh] mengingatkan kita untuk tak terlalu bergantung [dengan teknologi],” kata dia.

“Dinosaurus tak memiliki kontrol untuk mengatur evolusi mereka. Sementara manusia memiliki kemampuan berpikir untuk mengatur tindakan dan pilihan,” kata dia.

Oleh karena itu, sebagai makhluk yang memiliki kebebasan dalam menentukan pilihan, manusia diingatkan untuk menjaga keseimbangan antara kehidupan modern yang didukung oleh teknologi dan kemampuan alamiah yang dimiliki untuk menghadapi perubahan.

Jangan sampai manusia benar-benar menjadi tergantung pada teknologi sehingga melupakan pentingnya menjaga kecerdasan alami yang dimiliki.

YouTube player